Berita13, Yogyakarta - Watak
dan karakter bangsa terlihat dari penggunaan dan pengembangan bahasa yang
dipakai dan dimiliki. Namun yang terjadi sekarang, bahasa ibu justru diasingkan
dan ditenggelamkan. Demikian juga bahasa asing yang hanya sarana untuk
berkomunikasi dan mencari informasi mendapatkan perhatian yang luar biasa.
Konsultan pendidikan yayasan satu nama, Prasena Nawak Santi, atau kerap
dipanggil Ana, menuturkan pendidikan semestinya tak hanya berwawasan nasional
dan kebangsaan, namun juga berbasis budaya lokal.
“Pendidikan
DIY keistimewaannya menghilang dari keprihatinan besar yang terjadi sekarang
adalah bahasa ibu seperti bahasa jawa juga mulai tersingkirkan, bahasa inggris
lebih dibanggakan. Anak jawa tidak bisa berkomunikasi
menggunakan bahasa jawa, tak lagi mampu menampilkan kesenian, bahkan tak mencerminkan
nilai sikap orang jawa” jelasnya.
Keprihatinan besar yang dirasakan
adalah anak di era sekarang yang memiliki sedikit kebudayaan rela melepaskan
budaya tersebut dan hampir tidak mempunyai identitas. Mereka tak berperilaku
seperti halnya orang jawa. Namun dalam
pelaksanaanya. pengajaran budaya lokal di sekolah terkendala oleh sumber daya
pengajar yang tak mampu mengajarkan kebudayaan karena dirasa tak cukup mengenal
dengan budaya. Seperti
yang diungkap oleh Konsultan Pendidikan Yayasan Satu Nama, Ana.
“Awalnya saya melihat dari kekacauan
politik kemudian merosotnya mutu pendidikan. Saat ini pendidikan kita
kehilangan identitas dan tidak punya acuan jelas. Para pendidik mengalami
kebingungan yang mindsetnya harus diluruskan,
bahwa budaya lokal juga tak kalah penting dengan mapel lain supaya pendidikan
bahasa jawa tidak hilang dan pendidikan seni tidak berkurang. Bisa jadi nanti tidak ada lagi guru
yang sejati bahkan orangtua sejati yang mendidik anak-anak” Tambah Ana.
Kepala
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dindikpora) DIY, Kadarmanta Baskara Aji,
telah mengantisipasi pengelolaan dan pendidikan berbasis budaya. Rendahnya kemampuan berbahasa jawa menjadi salah
satu indikasi melemahnya budaya generasi muda Yogyakarta.
“Hal
tersebut sudah kami antisipasi tahun 2012, Perda No.5/2011 tentang pengelolaan
dan penyelenggaraan pendidikan berbasis budaya. Jadi, setiap mata pelajaran di
tiap sekolah mulai dari tingkat TK sampai perguruan tinggi diajarkan basisnya
budaya. dengan harapan dapat membangun karakter pelajar dan mahasiswa” Papar
Baskara Aji.
Cahya Wening A.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar