Rabu, 23 Desember 2015

Keistimewaan Pendidikan DIY Memprihatinkan



Berita13, Yogyakarta - Watak dan karakter bangsa terlihat dari penggunaan dan pengembangan bahasa yang dipakai dan dimiliki. Namun yang terjadi sekarang, bahasa ibu justru diasingkan dan ditenggelamkan. Demikian juga bahasa asing yang hanya sarana untuk berkomunikasi dan mencari informasi mendapatkan perhatian yang luar biasa. Konsultan pendidikan yayasan satu nama, Prasena Nawak Santi, atau kerap dipanggil Ana, menuturkan pendidikan semestinya tak hanya berwawasan nasional dan kebangsaan, namun juga berbasis budaya lokal.


“Pendidikan DIY keistimewaannya menghilang dari keprihatinan besar yang terjadi sekarang adalah bahasa ibu seperti bahasa jawa juga mulai tersingkirkan, bahasa inggris lebih dibanggakan. Anak jawa tidak bisa berkomunikasi menggunakan bahasa jawa, tak lagi mampu menampilkan kesenian, bahkan tak mencerminkan nilai sikap orang jawa” jelasnya.

Keprihatinan besar yang dirasakan adalah anak di era sekarang yang memiliki sedikit kebudayaan rela melepaskan budaya tersebut dan hampir tidak mempunyai identitas. Mereka tak berperilaku seperti halnya orang jawa. Namun dalam pelaksanaanya. pengajaran budaya lokal di sekolah terkendala oleh sumber daya pengajar yang tak mampu mengajarkan kebudayaan karena dirasa tak cukup mengenal dengan budaya. Seperti yang diungkap oleh Konsultan Pendidikan Yayasan Satu Nama, Ana.

“Awalnya saya melihat dari kekacauan politik kemudian merosotnya mutu pendidikan. Saat ini pendidikan kita kehilangan identitas dan tidak punya acuan jelas. Para pendidik mengalami kebingungan yang mindsetnya harus diluruskan, bahwa budaya lokal juga tak kalah penting dengan mapel lain supaya pendidikan bahasa jawa tidak hilang dan pendidikan seni tidak berkurang. Bisa jadi nanti tidak ada lagi guru yang sejati bahkan orangtua sejati yang mendidik anak-anak” Tambah Ana.

Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dindikpora) DIY, Kadarmanta Baskara Aji, telah mengantisipasi pengelolaan dan pendidikan berbasis budaya.  Rendahnya kemampuan berbahasa jawa menjadi salah satu indikasi melemahnya budaya generasi muda Yogyakarta.

“Hal tersebut sudah kami antisipasi tahun 2012, Perda No.5/2011 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan berbasis budaya. Jadi, setiap mata pelajaran di tiap sekolah mulai dari tingkat TK sampai perguruan tinggi diajarkan basisnya budaya. dengan harapan dapat membangun karakter pelajar dan mahasiswa” Papar Baskara Aji.


Cahya Wening A.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar